Skip to main content

Suu Kyi tops UN envoy’s agenda

By John Aglionby in Jakarta

Published: February 23 2008 01:16 | Last updated: February 23 2008 01:16

A United Nations envoy will hold talks with Burma’s ruling junta over the country’s “road map to democracy”, including its plans to bar opposition leader Aung San Suu Kyi from taking part in elections.

Early this month the junta said it would hold a referendum in May on a new constitution, followed by elections in 2010. However, Ms Suu Kyi has been banned from the vote because she is the widow of a foreigner.

“This is one of the issues I intend to discuss with the authorities in Myanmar [Burma],” Ibrahim Gambari, the UN secretary-general’s special envoy on Burma, said on Friday in Jakarta, as part of his regional tour before going to the country early next month.

Burma, he said, should revise the proposed constitution to include the interest of opposition and minority groups before it is put to a referendum. Otherwise it would have no credibility, he said.

Mr Gambari said the military should immediately push talks with Ms Suu Kyi to a more substantive level, allow her National League for Democracy party to open offices across the country, and free the thousands of political prisoners so that they can take part in the constitutional debate.

“The proper thing to do is to give [the transition process] the credibility that not only meets our expectations but also internally,” he said. “It’s still possible to make changes before the referendum.”

Mr Gambari applauded Burma’s neighbours for increasing pressure on the junta to democratise the country, but urged them to do more. “Even at this late stage, south-east Asian nations, China and India should be sending the right signals,” he said.

Mr Gambari said Indonesia, which over the last decade has been transformed from a military-run autocracy to a fully fledged democracy, could be used as a template for Burma. Indonesia this week became the first big developing country to criticise Burma’s draft constitution.

Copyright The Financial Times Limited 2008

Comments

Popular posts from this blog

Menguatkan Jurnalisme sebagai Percakapan Publik

Empat tahun sudah berlalu sejak polemik soal senjakala jurnalisme meramaikan lini masa kita. Ketika itu, banyak orang yang bekerja di media maupun yang mengamati dari luar media, riuh rendah memperdebatkan masa depan jurnalisme ketika semakin banyak orang meninggalkan media konvensional dan beralih ke platform digital. Rasanya sudah saatnya menengok kembali polemik lama itu dan mengukur sejauhmana kedua kubu, yang pro maupun kontra pada prediksi senjakala, berhasil meramalkan apa yang kini terjadi.  Ikhtiar ini menurut saya penting karena pada hari pertama di tahun baru 2021 ini, Koran Tempo dan Majalah Tempo berbahasa Inggris, resmi beralih ke platform digital. Kedua penerbitan ini tak lagi bisa ditemukan dalam format cetak. Kita ingat, pada 2016, Koran Tempo edisi Minggu juga beralih ke versi digital. Itu salahsatu yang memicu perdebatan soal masa depan jurnalisme.  Banyak yang sudah terjadi setelah empat tahun, dan buat saya banyak yang membesarkan hati. Media digital kini ...

Senjakala atau Kebangkitan Jurnalisme di Era Digital?

Rasanya tidak berlebihan kalau saya mengatakan hampir semua jurnalis di Indonesia beberapa hari terakhir ini mengikuti dengan intens perdebatan di media sosial soal media cetak versus media digital. Perdebatan ini dimulai ketika wartawan senior Harian Kompas, Bre Redana menulis catatan berjudul "Inikah Senjakala Kami..." di Kompas edisi 28 Desember 2015. Artikel Bre langsung jadi viral di media digital, disebarkan di semua whatsapp group jurnalisme dan jadi perbincangan hangat. Selang sehari, muncul banyak artikel tanggapan, dan yang paling sering dikutip adalah tulisan Bayu Galih, wartawan Viva.co.id, yang berjudul "Kami tak pernah cengeng dan bilang ini senjakala kami." Ulasan lebih lengkap soal polemik ini dirangkum dengan baik di artikel ini. Perdebatan soal masa depan jurnalisme dan media ini jelas amat menarik dan penting. Terlebih momentumnya memang tepat. Sepanjang 2015, sejumlah koran cetak memutuskan tutup dan beralih ke digital. Dua yang paling b...

Pekerjaan Lelaki dan Perempuan Jakarta