Skip to main content

My Articles on Asia-Europe Meeting, last year in Beijing

NEWSPAPERS
http://korantempo.com/korantempo/koran/2008/10/24/headline/krn.20081024.145879.id.html

ASIA-EUROPE MEETING
Yudhoyono Usulkan Dana Siaga

Indeks bursa di Asia kemarin jeblok lagi.

BEIJING --Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin meminta organisasi regional menyiapkan sistem pinjaman siaga. Dalam sistem ini, katanya, dana bisa digunakan negara-negara yang membutuhkan dalam situasi darurat.

Menurut Yudhoyono, organisasi regional--seperti ASEAN, ASEAN+3, ataupun Asia-Europe Meeting--perlu bekerja sama menyiapkan mekanisme dana pinjaman siaga itu.

"Semua organisasi menyiapkan pinjaman siaga ini di bawah pimpinan Bank Dunia," kata Yudhoyono saat berpidato pada Forum Bisnis Asia-Europe Meeting di Beijing kemarin.

Presiden juga mengusulkan mekanisme pengumpulan sumber keuangan mandiri yang dikelola negara-negara anggota ASEAN+3. Tiga negara tambahan dalam ASEAN adalah Cina, Korea Selatan, dan Jepang.
Untuk mengurangi dampak krisis di Asia, menurut Yudhoyono, setiap negara perlu tetap mendukung rezim pasar bebas. Kebijakan pasar yang tertutup justru akan memperparah krisis finansial saat ini.

Pertemuan kepala negara Asia-Eropa dibuka hari ini di Balai Agung Rakyat, pusat Kota Beijing. Sesi pertama Asia-Europe Meeting ke-7 ini akan didahului pertemuan kepala negara ASEAN+3.
ASEAN+3 akan menindaklanjuti Inisiatif Chiang Mai, yang dalam pertemuan sebelumnya menyepakati pertukaran mata uang di antara dua negara. Tujuannya, menghindari serangan spekulan terhadap mata uang di kawasan ini seperti yang terjadi pada waktu krisis ekonomi 1997.

Sementara pertemuan berlangsung, sebagian besar indeks bursa dan mata uang di Asia kemarin jeblok lagi, termasuk indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.

Akhirnya IHSG ditutup pada posisi 1.337,204 atau turun 42,539 poin (3,08 persen). Sedangkan rupiah juga merosot lagi ke level 9.950 per dolar AS atau turun 55 poin (0,56 persen) dari penutupan Rabu, yang berada di 9.895 per dolar AS.

Indeks bursa di Asia kemarin kembali turun tajam. Indeks Nikkei 225 ditutup turun 2,5 persen ke 8.460,98, level terendah selama lima tahun terakhir.

Di Wall Street, indeks Standard & Poor's 500 pada penutupan perdagangan Rabu turun 6,1 persen, terendah sejak April 2003. Sedangkan bursa-bursa di Eropa kemarin dibuka turun, mengikuti bursa Asia yang ditutup melemah.

Pada pertemuan Forum Bisnis Asia-Eropa ke-11 kemarin, kalangan bisnis Eropa mengajak mitra kerjanya di Asia bersama-sama membangun arsitektur sistem finansial global yang lebih baik.

"Krisis ini tidak datang dari Asia, tidak juga dari Eropa, tapi kita bersama-sama merasakan akibatnya," kata Jacques Gravereau, Presiden Institut Eurasia. Dia juga mewakili kalangan pengusaha Prancis.

Menurut dia, inilah kesempatan untuk mengubah arsitektur sistem finansial global yang sudah berusia enam dekade.

Presiden Amerika Serikat George Bush melakukan komunikasi pribadi dengan Presiden Yudhoyono, Selasa lalu. "Presiden Bush meminta pandangan Presiden Yudhoyono soal penanganan krisis keuangan global," kata juru bicara Presiden, Dino Pati Jalal, di Beijing kemarin.

Menurut Dino, dalam pembicaraan itu Yudhoyono menyampaikan tentang perlunya segera dilakukan pertemuan tingkat tinggi G-20 untuk membahas antisipasi krisis keuangan global. Dalam pembicaraan itu, Bush menyatakan sepakat. Pertemuan G-20 akan dilakukan pada 20 November di Amerika Serikat.Wahyu Dhyatmika | Setri Yasra (Beijing)
==================

http://korantempo.com/korantempo/koran/2008/10/23/Ekonomi_dan_Bisnis/krn.20081023.145750.id.html

THURSDAY
Ekonomi dan Bisnis

Forum Bisnis Asia-Eropa Bahas Krisis

"Perlu disiapkan bantuan finansial untuk negara yang dilanda krisis."

BEIJING -- Sebanyak 800 pengusaha dan perwakilan pemerintah dari 43 negara anggota Asia-Europe Meeting (Asem) kemarin mulai membahas krisis keuangan global dan bagaimana mengantisipasi krisis itu.

Forum Bisnis Asia-Europe Meeting ini merupakan pertemuan ke-11, sebelum dimulainya konferensi tingkat tinggi ketujuh Asem yang akan dihadiri para kepala negara.

Wakil Presiden Republik Rakyat Cina Xi Jinping menegaskan, antisipasi terhadap krisis finansial global hanya bisa dilakukan dengan kerja sama semua elemen pemerintah dan masyarakat di kedua benua.

"Reformasi pada sistem finansial membutuhkan kerja sama internasional," kata Jinping saat membuka Forum Bisnis Asia-Europe Meeting di Beijing kemarin.

Sugihono Kadarisman, peserta forum dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia, menjelaskan, rekomendasi yang dihasilkan pertemuan ini akan disampaikan kepada kepala negara yang akan menghadiri KTT ketujuh Asem pada 24-25 Oktober nanti.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan akan memberikan pidato hari ini. Selain Yudhoyono, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung; Duta Besar India untuk Cina, Nirupama Rao; dan Masahito Kawai, Dekan Institut Bank Pembangunan Asia; dijadwalkan berbicara dalam forum ini.

"Sebagai mitra dialog dari para pengambil kebijakan, kami berharap rekomendasi ini diperhatikan," kata Sugihono.

Ahdi Jumhari Luddin, Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko PT Bank Negara Indonesia Tbk, menegaskan pentingnya mekanisme regional yang berfungsi sebagai sistem deteksi dini untuk setiap kemungkinan krisis.

"Saat ini setiap negara sudah punya sistemnya sendiri, tapi di tingkat regional Asia-Eropa, kita belum siap," kata Ahdi, panelis dalam salah satu kelompok kerja di forum bisnis ini.

Yang juga penting, dia menambahkan, adalah menyiapkan bantuan finansial untuk negara yang dilanda krisis moneter. Fasilitas semacam itu saat ini baru tersedia secara bilateral. Indonesia, misalnya, memiliki fasilitas pengaturan pertukaran mata uang model itu (bilateral swap arrangements) dengan Singapura.

"Di masa depan, sebagai antisipasi krisis, bantuan finansial seperti itu sebaiknya juga tersedia secara regional," kata Ahdi.

ASEM saat ini sudah memiliki fasilitas trust fund, tapi penggunaannya lebih ditujukan untuk memajukan usaha kecil dan menengah di negara-negara anggotanya.

Indonesia juga mengusulkan perlunya sebuah wadah berbagi pengalaman di antara negara-negara Asia-Eropa, soal bagaimana mengatasi krisis finansial. "Saya membayangkannya seperti Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang ada di Indonesia," kata Ahdi.

Jika usul itu disetujui, krisis finansial global saat ini justru menyediakan kesempatan untuk mempererat mekanisme integrasi ekonomi negara-negara di kawasan Asia.
Chen Haosu, Ketua Asosiasi Cina-Uni Eropa, optimistis integrasi ekonomi Asia akan segera terealisasi. "Pada saatnya Asia akan menempuh jalan yang sudah dilalui negara-negara Eropa," katanya.

Asia-Europe Meeting, yang didirikan di Bangkok, Thailand, pada 1996, merupakan forum dialog Asia-Eropa. Sampai saat ini Asem adalah satu-satunya forum besar di dunia yang tidak melibatkan Amerika Serikat. Pendiriannya 12 tahun lalu memang untuk memperkuat hubungan Asia-Eropa, yang sempat tertinggal dibanding kedekatan Amerika Serikat-Eropa atau Amerika Serikat-Asia.

Pertemuan di tengah krisis global ini menjadi penting karena akan dihadiri semua pemain besar di kawasan Asia: Cina, Jepang, Korea Selatan, dan India serta negara-negara anggota ASEAN.

Presiden Yudhoyono dan rombongan bertolak ke Beijing kemarin pagi dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Presiden ditemani sejumlah pejabat negara, antara lain, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo A.S., Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu, dan Ketua Kadin M.S. Hidayat.

Pertemuan para pemimpin negara Asia dan Eropa itu akan dimanfaatkan Presiden Yudhoyono untuk membahas sejumlah agenda penting. "Salah satunya larangan maskapai Indonesia terbang ke Eropa," kata Dino Patti Djalal, juru bicara kepresidenan.

Presiden, menurut juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng, juga akan bertemu pemimpin negara ASEAN plus Cina, Korea Selatan, dan Jepang untuk membahas soal krisis.WAHYU DHYATMIKA | SETRI YASRA (BEIJING)
==================

ONLINE EDITION

http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/10/23/brk,20081023-141806,id.html

Hubungan Asia-Eropa Masih Sebatas Ekonomi
Kamis, 23 Oktober 2008 | 20:13 WIB

TEMPO Interaktif, Beijing: Sebagian besar warga Asia masih memandang Eropa sebagai kekuatan ekonomi belaka. Uni Eropa belum dinilai sebagai entitas politik regional yang berpengaruh.

Setidaknya begitulah hasil survei opini publik, analisa media dan wawancara dengan elite masyarakat di empat negara Asia: Cina –termasuk Hongkong, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Thailand bertema “Eropa di mata Asia” yang hasilnya dirilis Asia-Europe Foundation, di News Plaza Hotel, Beijing, Cina, kemarin malam.

“Bahkan profil Uni Eropa sebagai kekuatan pendorong utama kegiatan konservasi lingkungan dalam isu pemanasan global atau perubahan iklim misalnya, juga tidak terlalu menonjol dalam persepsi masyarakat Asia,” kata Ketua Tim Peneliti, Martin Holland, yang juga Direktur Pusat Riset Nasional tentang Eropa di Universitas Canterbury, Inggris.

Martin menjelaskan kurang kompletnya persepsi Asia tentang Uni Eropa bisa jadi didorong oleh masih minimnya interaksi sosial dan politik antar kedua region. “Mekanisme yang ada, termasuk forum regional seperti Asia-Europe Meeting (Asem) dinilai tidak relevan dan jarang sekali dilaporkan di media massa,” katanya.

Jika Eropa ingin memiliki peran yang lebih besar di Asia dengan tetap dinilai dari kacamata positif, Martin menyarankan Uni Eropa mulai memperkuat posisi tawarnya dengan Asia. “Uni Eropa harus bisa membuktikan dengan hasil nyata, semua komitmen dan prinsipnya,” katanya. “Europe has to deliver,” katanya lagi.

Riset yang dilakukan Asef ini adalah tahap pertama dari serangkaian penelitian mengenai hubungan Asia-Eropa. Tahun ini, riset yang sama dilakukan di Indonesia, Filipina dan Beijing. “Kami berharap pada akhirnya opini dari warga semua negara Asia anggota Asem, dapat terangkum dalam penelitian ini,” kata Martin.

Asia-Europe Foundation (Asef) adalah satu-satunya organisasi permanen yang bernaung di bawah Asia-Europe Meeting (Asem). Yayasan ini didirikan pada 1997, setahun setelah deklarasi pendirian Asem di Bangkok, Thailand, dan sampai sekarang memiliki sekretariat tetap di Singapura. Asef menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial untuk mendekatkan hubungan antar-individu (people to people) di kawasan Asia dan Eropa.

Wahyu Dhyatmika (Beijing)

==================

http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2008/10/23/brk,20081023-141638,id.html

Lembaga Swadaya Asia-Eropa Bahas Krisis Finansial
Kamis, 23 Oktober 2008 | 09:05 WIB

TEMPO Interaktif, Beijing: Forum Masyarakat Sipil Asia-Eropa (Asia-Europe People’s Forum) mendesak Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Eropa untuk menerapkan kebijakan yang berpihak pada rakyat dalam mengatasi krisis finansial global. “Perhatian terbesar justru harus diberikan pada kaum miskin yang terpinggirkan,” kata Klaus Fritsche, salahsatu panitia pelaksana forum tersebut.
Klaus yang juga Direktur Asienhaus, sebuah lembaga swadaya masyarakat di Jerman yang memusatkan perhatiannya pada isu hak asasi manusia di Asia, menjelaskan forum sepakat krisis moneter tidak bisa dilepaskan dari rangkaian krisis sebelumnya seperti krisis pangan, krisis energi dan kerusakan lingkungan. “Ini semua akibat kebijakan pasar bebas yang tidak diregulasi ketat, atau sebuah paham yang kita kenal dengan nama ‘neoliberal’,” katanya.

Dia mendesak para kepala negara yang hadir dalam KTT Asia-Europe Meeting (Asem) yang akan dibuka besok, Jumat (24/10), memanfaatkan kondisi ini sebagai landasan arah kebijakan baru menuju tatanan dunia yang lebih adil. “Kesempatan seperti ini mungkin tidak akan pernah terjadi lagi,” kata Klaus.

Selain membahas krisis finansial global, forum masyarakat sipil Asia-Eropa juga membahas isu Myanmaar, pendudukan Irak, isu perubahan iklim, dan masih belum dilindunginya hak buruh di kawasan Asia. Klaus Fritsche menjelaskan bahwa tuntutan kemerdekaan Tibet, masalah nuklir Korea Utara dan krisis Cina-Taiwan tidak dibahas dalam forum ini atas permintaan otoritas Cina. “Kami menghormati keinginan negara tuan rumah,” katanya. Meski begitu, kritik atas penegakan hukum dan hak asasi manusia di Cina tetap muncul dalam forum. “Bahkan kritik itu datang dari negara-negara Asia sendiri, terutama di Asia Tenggara,” katanya.

Wahyu Dhyatmika (Beijing)

==================

http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2008/10/23/brk,20081023-141674,id.html

Untuk Atasi Krisis, Presiden Minta Dunia Bentuk Sistem Dana Pinjaman
Kamis, 23 Oktober 2008 | 11:58 WIB

TEMPO Interaktif, Beijing:Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta sejumlah organisasi regional mulai memikirkan arsitektur sistem keuangan global yang baru, menyusul krisis keuangan yang melanda dunia, sejak dua pekan terakhir.

"Saya mengusulkan semua organisasi regional yang ada, di bawah pimpinan Bank Dunia, menyiapkan sebuah sistem dana pinjaman darurat (standby financing system) untuk negara yang membutuhkan," katanya saat memberikan pidato kunci pada pertemuan Forum Bisnis Asia-Eropa, di Beijing, Cina, Kamis (23/10) siang ini.

Yudhoyono menyebut sejumlah organisasi regional seperti ASEAN, ASEAN+3, ASEM, dan WTO untuk bekerjasama menyiapkan mekanisme dana pinjaman darurat itu. "Selain itu, kita juga perlu mengurangi overlaps, dan memperbaiki mekanisme follow up dari keputusan-keputusan yang sudah ada," katanya.

Mekanisme ini sendiri tengah dibicarakan di antara negara-negara anggota ASEAN+3 yang akan bertemu pada sessi pertama pembukaan Asian-Europe Meeting (ASEM) VII di Balai Agung Rakyat (The Great Hall of People), di pusat kota Beijing, Jumat (24/10) besok.

"Mekanisme yang kami siapkan adalah kelanjutan dari inisiatif Chiangmai, yang dulu sudah disepakati pasca krisis moneter yang melanda Asia Timur, pada 1997-1998 lalu," kata Yudhoyono lagi. Presiden mengusulkan ada pengumpulan sumber daya keuangan mandiri (self-managed resource pooling mechanism) yang dikelola sendiri oleh negara-negara anggota ASEAN+3.

Untuk mengurangi dampak krisis pada negara-negara di Asia, Yudhoyono meminta negara-negara di kawasan ini tetap mendukung rejim pasar bebas. "Perdagangan dan investasi harus terus mengalir," katanya. Yudhoyono menyebut pentingnya open regionalism yang tidak mengarah pada kebijakan pasar tertutup yang justru akan memperparah krisis finansial saat ini.

Wahyu Dhyatmika (Beijing)

==================

http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/10/23/brk,20081023-141682,id.html

Eropa Ajak Asia Bangun Sistem Finansial Global Baru
Kamis, 23 Oktober 2008 | 12:16 WIB

TEMPO Interaktif, Beijing:Kalangan pelaku bisnis Eropa mengajak mitra kerjanya di Asia untuk bersama-sama membangun arsitektur sistem finansial global yang lebih baik, pasca krisis finansial global yang melanda dunia, sejak dua pekan terakhir. Permintaan itu disampaikan oleh Jacques Gravereau, Presiden Institut Eurasia yang juga wakil kalangan usaha Perancis.

“Krisis ini tidak datang dari Asia, tidak juga dari Eropa, tapi kita bersama-sama merasakan akibatnya,” kata Gravereau pada pertemuan Forum Bisnis Asia-Eropa ke-11 di Beijing, Cina, Kamis (23/10) siang ini. Dia lalu mengutip pepatah Cina yang menyebut bahwa dalam setiap krisis selalu ada kesempatan. “Inilah kesempatan untuk mengubah arsitektur sistem finansial global yang sudah berusia enam dekade,” katanya.

Konferensi Tingkat Tinggi dunia yang akan membahas krisis finansial global dijadwalkan akan berlangsung di Washington DC, Amerika Serikat, pada 15 November mendatang. Usul pertemuan itu datang dari Presiden Perancis Nicholas Sarkozi, dan disetujui Presiden Amerika Serikat George W Bush. Cina dan India, dua negara Asia yang perkembangan ekonominya paling cepat, juga diundang untuk hadir dalam pertemuan itu.

Untuk membangun kesamaan pandangan dalam mengatasi krisis ini, Gravereau juga mengusulkan pertemuan Forum Bisnis Asia-Eropa diadakan secara berkala sampai Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Europe Meeting (Asem) berikutnya yang akan diadakan di Brussels, Belgia, dua tahun mendatang.

Selain itu, dia juga mengusulkan agar kerja sama perdagangan Asia dan Eropa ditingkatkan untuk mengatasi kemungkinan resesi meluas dari Amerika Serikat ke negara lainnya. Dia menyebut kekuatan produksi Asia yang mencapai 26 persen dari output dunia dan Eropa yang mencapai 31 persen output dunia, harus dikombinasikan. “Karena itulah, hambatan non-tarif yang selama ini ada harus dihilangkan,” katanya seraya menyebut defisit perdagangan Eropa dari Cina saja saat ini sudah 20 miliar US$ per tahun. Wahyu Dhyatmika (Beijing)

==================

http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/10/23/brk,20081023-141780,id.html

Forum Bisnis Desak KTT Asem Bentuk Mekanisme Dana Talangan
Kamis, 23 Oktober 2008 | 19:00 WIB

TEMPO Interaktif, Beijing: Forum Bisnis Asia-Eropa hari ini menyepakati sejumlah rekomendasi yang akan disampaikan kepada para kepala negara anggota Asia-Europe Meeting (Asem) ke-7 yang akan dibuka besok.

Satu rekomendasi utama yang dihasilkan dari pertemuan 800 pengusaha dari dua benua ini adalah perlunya segera dibentuk mekanisme dana talangan darurat (emergency funding mechanism) untuk negara-negara yang menghadapi risiko sistemik dalam sistem keuangannya.

"Prosedur persetujuan untuk permintaan dana talangan ini sebaiknya dibuat singkat dan jelas," kata ketua kelompok kerja pembahasan isu keamanan finansial, Lyn Kok. Ketua Komite Keuangan Kamar Dagang dan Industri Eropa di Cina ini juga menekankan pentingnya kerja sama Asia-Eropa untuk mewujudkan mekanisme ini.

"Semua pembicaraan untuk membentuk kerangka aturan baru dalam sistem finansial global harus melibatkan India dan Cina sebagai dua kekuatan ekonomi baru di dunia," katanya.

Tak hanya itu, Forum juga meminta pemerintah di negara-negara Asia Eropa untuk melakukan intervensi secara proaktif menggunakan kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong sektor ekonomi riil.

Selain rekomendasi di bidang keamanan finansial, Forum juga menyepakati sejumlah rekomendasi di empat wilayah kerja lain, yakni kerja sama energi, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, dukungan fasilitas untuk perdagangan dan investasi, serta isu lingkungan dan perubahan iklim.

Di bidang perdagangan dan investasi, Forum mendesak pemimpin 43 negara yang tergabung dalam Asem untuk segara merumuskan dan mengimplementasikan rencana kerja yang konkret untuk mendorong pasar bebas di antara dua kawasan ini.

Ketua Kelompok Kerja di bidang ini, Walter Koren, Direktur Jenderal Kamar Dagang dan Industri Austria, mendorong Asem meniru Asia Pacific Economy Cooperation (Apec) yang sudah memiliki rencana kerja serupa.

Apec sendiri adalah forum kerja sama ekonomi Asia Pasifik yang melibatkan negara-negara Asia dan Amerika Serikat sebagai jangkarnya. Sedangkan Asem adalah satu-satunya forum regional besar di kawasan Asia, yang tidak melibatkan Amerika Serikat. Pendirian Asem pada awalnya bertujuan untuk mengimbangi peran dan pengaruh Amerika Serikat di kawasan Asia.

Wahyu Dhyatmika (Beijing)

==================

http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/10/23/brk,20081023-141789,id.html

Pelaku Usaha Asia Beda Pendapat Soal Dampak Krisis
Kamis, 23 Oktober 2008 | 19:06 WIB

TEMPO Interaktif, Beijing : Para pelaku usaha Asia punya pendapat berbeda soal dampak krisis finansial global di kawasan ini. Sebagian yakin resesi yang melanda Amerika Serikat dan mulai mempengaruhi Eropa, tak akan menulari Asia.

Sebagian lain berpandangan kecil kemungkinan Asia bisa lolos dari resesi berkepanjangan karena begitu bergantungnya ekonomi Asia pada pasar dan modal dari Amerika Serikat dan Eropa.

Thanakorn Seriburi, Wakil Komisaris Utama Charoen Pokphand Group, Thailand, menilai krisis finansial saat ini mengakibatkan terjadinya krisis likuiditas. Tak tersedianya dana segar yang amat dibutuhkan kalangan usaha untuk berekspansi dan berproduksi itulah yang pada akhirnya menyebabkan resesi.

“Artinya, pada dasarnya, fundamental ekonomi kita tidak terganggu. Yang terjadi hanyalah koreksi dari nilai-nilai produk yang sebelumnya menggelembung,” kata Thanakorn.

Dengan koreksi ini, kata dia, harga asli produk itulah yang kini muncul. “Justru di saat inilah, ada kepastian investasi dan kepastian pasar,” katanya. “Ini saatnya bagi pelaku bisnis Asia untuk berinvestasi,” kata Thanakorn lagi.

Dia bahkan menilai Cina bisa memainkan peran sentral dalam menyelesaikan krisis finansial ini. “Cina berbeda dengan Amerika Serikat. Di Cina, pemerintah mengawasi pasar modal, ekspor dan sektor properti dengan ketat,” katanya.

Pandangan berbeda muncul dari Zhu Min, Wakil Presiden Bank of China, bank komersial terbesar di Tiongkok. Menurutnya, Cina sebaiknya mengatasi masalahnya sendiri terlebih dahulu.
Dia mengungkapkan, pemerintah Cina baru saja mengumumkan sejumlah inisiatif untuk mengatasi krisis finansial seperti menurunkan suku bunga perbankan, memberikan fasilitas pengembalian pajak dan pengurangan pajak pertambahan nilai produk ekspor, menstabilisasi nilai yuan, dan melaksanakan proyek raksasa pembangunan infrastruktur pedesaan.

Zhu sendiri menilai Asia tidaklah kebal dari dampak krisis finansial global. “Ekonomi Asia amat tergantung pada modal asing di pasar saham dan investasi. Begitu terjadi capital flight dan mandegnya investasi, maka Asia akan menderita,” katanya.
Wahyu Dhyatmika (Beijing)

Comments

Popular posts from this blog

Menyoal Reaksi atas Video Seks Ariel-Luna-Cut Tari

Sudah banyak yang ditulis orang soal video seks Ariel-Luna-Cut Tari, dan orang-orang pun, saya kira, mulai merasa jenuh membicarakannya. Ketiga selebritis ini sudah diperiksa di Mabes Polri, dan penyebar video ini pun kabarnya sudah ditangkap polisi. Yang menjadi keprihatinan banyak orang adalah reaksi sebagian orang menanggapi video seks itu. "Para pelaku dalam video itu, Ariel-Luna-Tari, merusak moral masyarakat. Mereka harus dihukum," demikian komentar mereka. Tak akan jadi berita kalau tetangga sebelah rumah atau ketua RT yang berkomentar begitu. Tapi ini adalah tokoh-tokoh publik, macam Menkominfo Tifatul Sembiring dan Ketua MK Moh. Mahfud Md. Mereka punya power untuk melakukan sesuatu, merilis regulasi dan membentuk sistem nilai. Dan benar saja. Menteri Tifatul langsung mendapat angin untuk membahas lagi Rancangan Peraturan Menteri soal konten multimedia. Padahal sebelumnya RPM Konten ini sudah mental setelah ditolak sana sini. Ketua MK, Mahfud, dalam sebuah wawancara d...

Pemilu Sela

Sayang Indonesia tidak punya mekanisme pemilihan umum sela. Padahal, mekanisme itu amat membantu mempertahankan tingkat akuntabilitas wakil rakyat di mata pemilihnya. Lihat apa yang terjadi di Amerika Serikat. Pemilihan sela kongres yang berlangsung sebulan lalu, yang dimenangkan Partai Demokrat, berhasil menyampaikan pesan rakyat Amerika yang menolak Perang Irak. Di Indonesia, pemilu dilakukan lima tahun sekali. Itu pemilu parlemen dan presiden. Sedangkan di daerah-daerah, setiap kabupaten dan provinsi mengadakan pemilihan kepala daerah masing-masing dalam waktu yang berbeda-beda. Tidak heran jika stabilitas politik di negeri ini selalu jadi urusan pelik. Karena partai politik tak habis-habisnya berpikir memenangkan kekuasaan dari satu pemilihan di satu daerah ke pemilihan lain di daerah lain. Begitu terus menerus sepanjang masa. Rantai ini sudah saatnya dihentikan. Setahun lalu, dalam Rapat Pimpinan Nasionalnya di Hotel Arya Duta, Jakarta Pusat, Partai Golkar sebenarnya sudah pernah ...

Wisudo, Old Media and Public Interest

The boundaries between what is and what is not considered as public interest in many media offices, blurred last week. I mourned for the death of rational journalism and the end of what in my opinion should be media's most sacred treasure, respect for what is right and what is wrong, and an ability to hold themselves from directly interfering the course of events in society. *** It all start with the sacking of my friend and fellow activist, Bambang Wisudo, from his job as senior journalist at a leading media firm here in Jakarta. The unprecedented sacking prompted a lot of question marks, especially because he is a relentless advocate for workers' rights and currently still hold a position as secretary at his office's press workers union. According to Indonesian workers' union law that protect the rights of union activists like Wisudo, this sacking is a plain simple violation. Two articles in that law clearly stated that a union activist cannot be ...