Skip to main content

Asian Journalists Protest on Bambang Wisudo's Case

Dear Messrs Jacob Oetama
St Sularto
Suryopratomo :


1. We are writing in support of the Alliance of
Independent Journalists (AJI) in its dispute with the
KOMPAS Daily over the proposed transferred and then
dismissal of Bambang Wisudo on 8 December 2006.

2. Having read the AJI’s statement and studied its
case, we have concluded that the management had acted
arbitrary and without regard to the due process of
good labour-management relations and of Indonesian
law.

3. Indeed, as a professional organization of editors,
reporters and photo-journalists, we are disappointed
with the seemingly unprofessional attitude and action
of your management in dealing with Wisudo, a fellow
journalist with 15 years’ service to KOMPAS Daily.

4. It appeared to us that a case of victimization
could be made out against your management on the
grounds of Wisudo’s role as Secretary of KOMPAS Trade
Union, in particular in his efforts to “improve PKK’s
reportage standards and constructively address
policies instituted by KOMPAS Daily management which
are disruptive to workforce productivity and the
paper’s readers.”

5. As such, we stand firmly AJI in its protest against
the management’s high-handed and drastic action
against Wisudo and its lack of respect for the AJI as
union duly elected to represent KOMPAS Daily
member-journalists in their grievances with the
management.

6. At the same time, we would like to urge your
management to exercise the sacred duty and
responsibilities of a renowned national newspaper
group, with an international reputation to keep, to
sit down with the AJI leaders and negotiate a fair
settlement over the Wisudo case.
7. We further urge your management to help create a
conducive atmosphere for the two-party talks by first
rescinding the dismissal of Wisudo without immediate
effect.

8. We believe the talks, if convened, should address
the key concerns of AJI and its members, including a
transparent investigation of events leading to the
Wisudo lock-out and sacking.

9. In the name of justice and good labour practices,
Wisudo and any staff member of the newspaper should
enjoy the right of representation by his union in
their disciplinary disputes with the management,
including the appeal against ny unfair and unjustified
job re-assignment.

10. We believe that the case of Wisudo has
international repercussions. For to dismiss a
journalist without just cause is a threat Press
Freedom, not only in Indonesia but worldwide.

11. The alternative to negotiation and a
mutually-accepted settlement of the dispute will be
more incriminations and antagonistic AJI-KOMPAS Daily
industrial relations.

12. We in AJA would urge you to act professionally and
legally by sincerely making the effort to resolve the
Wisudo case fairly and equitably. This will
certainly turn a new chapter in your relations with
AJI.

For Press Freedom, Peace and Professionalism!

Lee sang-Ki


President
Asia Journalists Association


Cc: Heru Hendratmoko
Chairman
AJI

Comments

Popular posts from this blog

Menguatkan Jurnalisme sebagai Percakapan Publik

Empat tahun sudah berlalu sejak polemik soal senjakala jurnalisme meramaikan lini masa kita. Ketika itu, banyak orang yang bekerja di media maupun yang mengamati dari luar media, riuh rendah memperdebatkan masa depan jurnalisme ketika semakin banyak orang meninggalkan media konvensional dan beralih ke platform digital. Rasanya sudah saatnya menengok kembali polemik lama itu dan mengukur sejauhmana kedua kubu, yang pro maupun kontra pada prediksi senjakala, berhasil meramalkan apa yang kini terjadi.  Ikhtiar ini menurut saya penting karena pada hari pertama di tahun baru 2021 ini, Koran Tempo dan Majalah Tempo berbahasa Inggris, resmi beralih ke platform digital. Kedua penerbitan ini tak lagi bisa ditemukan dalam format cetak. Kita ingat, pada 2016, Koran Tempo edisi Minggu juga beralih ke versi digital. Itu salahsatu yang memicu perdebatan soal masa depan jurnalisme.  Banyak yang sudah terjadi setelah empat tahun, dan buat saya banyak yang membesarkan hati. Media digital kini ...

Menyoal Reaksi atas Video Seks Ariel-Luna-Cut Tari

Sudah banyak yang ditulis orang soal video seks Ariel-Luna-Cut Tari, dan orang-orang pun, saya kira, mulai merasa jenuh membicarakannya. Ketiga selebritis ini sudah diperiksa di Mabes Polri, dan penyebar video ini pun kabarnya sudah ditangkap polisi. Yang menjadi keprihatinan banyak orang adalah reaksi sebagian orang menanggapi video seks itu. "Para pelaku dalam video itu, Ariel-Luna-Tari, merusak moral masyarakat. Mereka harus dihukum," demikian komentar mereka. Tak akan jadi berita kalau tetangga sebelah rumah atau ketua RT yang berkomentar begitu. Tapi ini adalah tokoh-tokoh publik, macam Menkominfo Tifatul Sembiring dan Ketua MK Moh. Mahfud Md. Mereka punya power untuk melakukan sesuatu, merilis regulasi dan membentuk sistem nilai. Dan benar saja. Menteri Tifatul langsung mendapat angin untuk membahas lagi Rancangan Peraturan Menteri soal konten multimedia. Padahal sebelumnya RPM Konten ini sudah mental setelah ditolak sana sini. Ketua MK, Mahfud, dalam sebuah wawancara d...

Senjakala atau Kebangkitan Jurnalisme di Era Digital?

Rasanya tidak berlebihan kalau saya mengatakan hampir semua jurnalis di Indonesia beberapa hari terakhir ini mengikuti dengan intens perdebatan di media sosial soal media cetak versus media digital. Perdebatan ini dimulai ketika wartawan senior Harian Kompas, Bre Redana menulis catatan berjudul "Inikah Senjakala Kami..." di Kompas edisi 28 Desember 2015. Artikel Bre langsung jadi viral di media digital, disebarkan di semua whatsapp group jurnalisme dan jadi perbincangan hangat. Selang sehari, muncul banyak artikel tanggapan, dan yang paling sering dikutip adalah tulisan Bayu Galih, wartawan Viva.co.id, yang berjudul "Kami tak pernah cengeng dan bilang ini senjakala kami." Ulasan lebih lengkap soal polemik ini dirangkum dengan baik di artikel ini. Perdebatan soal masa depan jurnalisme dan media ini jelas amat menarik dan penting. Terlebih momentumnya memang tepat. Sepanjang 2015, sejumlah koran cetak memutuskan tutup dan beralih ke digital. Dua yang paling b...